![]() |
Say No To Valentine (Gambar Meity Intan Suryadi. Juara 1 Lomba Workshop Desain IT yang di adakan FSRMM) |
Perayaan Valentine merupakan salah satu hasil kompromi antara tradisi Pagan Romawi dengan nilai-nilai kekristenan. Paus Gelasius melihat bahwa setiap awal hingga pertengahan Februari, orang-orang di Roma secara bersemangat merayakan Festival Lupercalia, yang dianggap memiliki daya magis dalam hal kesuburan, kesuburan lahan pertanian maupun kesuburan biologis manusia. Kepercayaan orang-orang Roma dalam perayaan Lupercalis ini sangat kental sehingga Gelasius menganggap mustahil jika perayaan tersebut dihapus begitu saja.
Agar orang-orang Romawi bisa menerima kekristenan, maka Lupercalia Festival ini diberi bungkus baru dengan nama Hari Valentine. Apalagi ‘perayaan baru’ ini dilengkapi dengan mitos tokoh Santo Valentinus yang dikatakan hidup di masa Kaisar Claudius. Kisah tentang Santo Valentinus dibuat sedemikian rupa sehingga banyak mendapat simpati dari para pemuda dan pemudi Roma yang memang secara tradisi memiliki hasrat kuat di dalam bidang ‘percintaan’.
Ensiklopedia Katolik sendiri tidak bisa memastikan siapa sesungguhnya sosok yang dikenal dunia selama berabad-abad sebagai Santo Valentinus. Berabad-abad kemudian, perayaan Valentine yang dibuat oleh Paus Gelasius, pada tahun 1960-an dihapus dari kalender tahunan Gereja dengan alasan bahwa perayaan tersebut sesungguhnya tidak memiliki dasar sejarah yang kuat dan sekadar berasal dari mitos. Namun oleh para pebisnis, momentum ini terus dihidup-hidupkan dengan berbagai cara dan hasilnya seperti yang ada sekarang ini: Hari Valentine tetap diyakini sebagai bagian dari tradisi Gerejawi, padahal anggapan ini tidak benar adanya. (Eramuslim Digest Edisi 5: The Dark Valentines, Ritual Setan yang Sekarang Dipuja)
Ribuan artikel telah dibuat untuk menceritakan apa itu Valentine. Kesimpulannya, tradisi Valentine bukan buatan suatu agama, jelas pula bukan ajaran Islam. Valentine hanya sekedar "topeng" pemuas nafsu "sosial", dengan kata lain penghalalan untuk pelacuran. Semua sosok yang dihiasi dengan berbagai model dan warna (misalnya pink dan biru) hanya propaganda kaum Islamofobia agar remaja--yang menjadi tonggak kemajuan suatu bangsa- jauh dari Qur-an dan Hadits. Apatah tidak, mayoritas agama di Indonesia khususnya adalah Islam. Namun, praktik keagamaan jarang terlaksana, bahkan cenderung dipisahkan dari kehidupan pendidikan atau sosial. Remaja tidak diajarkan apa dampak dari "pacaran", Valentine, dan segala kemaksiatan yang tampak indah di mata buta kita yang tertutup jubah setan.
Jika kita semua membuka mata, tentu akan sedih ketika mendengar atau mengetahui jumlah penghuni hotel yang mendadak penuh, kondom di apotik-apotik terjual habis, hanya dalam sehari? Tidakkah ini perlu diperhatikan? Menilai kemerosotan moral dan akhlak yang terjadi di sekitar kita, janganlah pula menutup mata atau memalingkan kepala terhadapnya. Patutnya kita bergerak mengingatkan saudara-saudarii kita yang belum mengetahuinya.
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. al-Israa` [17]: 36)
Semoga kita bukan termasuk kaum yang suka ikut-ikutan tradisi kaum lainnya. Na'uudzubillaah.
Oleh: Meutya Safitri (www.FSRMM.com)
(Mentor Forum Silaturrahim Remaja Masjid Muthmainnah POLDA Riau)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Di sini!