Membeli minuman kaleng hanya dengan memasukkan sejumlah uang koin tertentu sudah bukan hal aneh. Di sudut-sudut Bandara Soekarno-Hatta atau shelter bus Transjakarta bisa kita jumpai mesin penjual minuman atau soft drink vending machine. Tapi membeli lewat layanan pesan singkat (SMS)?. Cuma Aditya Putrawan dan Endo Sadewa yang mampu mewujudkannya. Keduanya adalah pelajar SMA Semesta Bilingual Boarding School Semarang.
Mereka mendemonstrasikan ide tersebut pada lomba Info Matrix Project Competition di Bucharest, Rumania, 22-26 April lalu. Hasilnya, “Box Soft Drink Seller Via SMS” yang mereka ciptakan diganjar dengan medali perak.
Info Matrix merupakan olimpiade proyek penelitian tingkat internasional dalam bidang komputer untuk tingkat sekolah menengah atas. Ada lima kategori yang dilombakan: fotografi, pemrograman, muatan digital, kendali peranti keras, dan animasi. Kegiatan tahunan ini diselenggarakan oleh LUMINA Educational Institution bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Riset, Pemuda, dan Olahraga Rumania. Tahun ini pesertanya berasal dari 32 negara.
AKIBAT UANG KERTAS YANG LUSUH DAN KUMAL
Pembuatan alat ini terilhami oleh cerita rekan sekolah mereka yang baru mengikuti pertukaran pelajar ke Jepang. Di Negara Matahari Terbit itu, teknologi sangat memanjakan masyarakatnya. Di tempat-tempat publik, misalnya, bertebaran vending machine, yang menjajakan aneka bahan kebutuhan, seperti tiket, bahan bakar, makanan ringan, minuman, sampai kondom. Cukup dengan memasukkan koin atau uang kertas, barang-barang yang diperlukan bisa langsung didapat.
Namun jika diaplikasikan di Indonesia, cukup susah. Sebab, di Indonesia uang koin pecahan terbesar cuma Rp 1.000 sedangkan harga minuman kaleng mencapai Rp 5.000 atau lebih sehingga kurang praktis. Juga menjadi kendala jika harganya tidak bulat dalam ribuan.
Penggunaan mesin dengan uang kertas juga kurang cocok, mengingat uang kertas di Indonesia mudah lusuh dan kumal. Endo dan Aditya lalu mempunyai ide kenapa tidak menggunakan SMS saja. Toh hampir semua orang kini mempunyai telepon seluler.
Dengan bimbingan seorang guru, proyek ini diselesaikan dalam tempo empat bulan dengan biaya Rp 1,8 juta. Bahan-bahan yang diperlukan antara lain boks dari bahan akrilik berukuran 50 x 30 x 70 sentimeter. Boks dilengkapi dengan micro-controller sebagai otak alat ini, motor servo sebagai penggerak, papan penyangga soft drink, modul GSM untuk menerima SMS, serta LCD sebagai layar konfirmasi pemesanan.
BAYAR PAKAI PULSA
Kedua siswa berusia 17 tahun ini mengaku tidak menemukan kesulitan berarti saat merangkai mesin itu. Cuma agak melelahkan karena harus bolak-balik dari sekolah di Gunung Pati ke laboratorium Fakultas Teknik Elektro Universitas Diponegoro, yang berjarak sekitar 30 kilometer. “Meski capek, tapi kami puas mampu bersaing dengan pelajar di tingkat internasional,” kata Endo dan Aditya bersamaan.(Tempo.co)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda Di sini!