Bogor
(ANTARA) - Pakar serangga dari Departemen Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Aunu Rauf mengungkapkan
untuk terhindar dari gangguan tomcat dapat dilakukan dengan mengurangi
penerangan dan menutup rapat jendela serta pintu rumah.
"Karena kumbang ini tertarik cahaya lampu, mematikan lampu atau
meredupkan lampu akan mengurangi berdatangannya kumbang ini ke rumah
kita," kata Aunu saat ditemui di rumahnya di Bogor, Selasa.
Aunu menjelaskan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
menghindari serangan kumbang yang memiliki nama ilmiah Paederus
fuscipes, yakni dengan menutup pintu dan jendela dengan rapat-rapat agar
kumbang tomcat tidak masuk ke rumah.
"Hindari duduk atau ngobrol di bawah lampu yang di atasnya banyak didatangi kumbang tomcat," katanya.
Selanjutnya, jika ada kumbang tomcat menempel pada tubuh atau pada
pakaian yang sedang dipakai, jangan sekali-kali memegangnya atau
membunuhnya.
"Usir kumbang tadi secara hati-hati dengan cara meniupnya atau mengusirnya dengan potongan kertas," kata Aunu.
Apabila secara tidak sengaja kumbang ini terpijit dan cairannya
menempel pada kulit, segera bilas dengan air sabun beberapa kali. Begitu
pula bila cairan kumbang ini menempel pada baju atau seprei agar segera
dicuci.
Menurut Aunu, umumnya gejala muncul 24 jam setelah kulit terkena
cairan tubuh kumbang. Bila gejalanya parah segera pergi ke dokter untuk
berobat.
Aunu menjelaskan, binatang yang disebut tomcat merupakan hewan sejenis kumbang dengan nama ilmiah Paederus fuscipes.
Kumbang ini termasuk dalam Ordo Orthoptera dan Famili Staphylinidae.
Dalam bahasa Inggrisnya disebut "rove beetle" atau kumbang penjelajah
atau pengelana karena selalu aktif berjalan-jalan.
"Masyarakat menyebutnya tomcat, mungkin karena bentuknya sepintas seperti pesawat tempur Tomcat F-14," ujarnya.
Spesifikasi
Secara spesifikasi, tubuh kumbang ini ramping dan pada saat berjalan
bagian belakang tubuhnya melengkung ke atas. Kumbang berukuran panjang 7
sampai 10 mm dan lebar 0,5 hingga 1,0 mm.
Bagian kepala hewan ini berwarna hitam, sayap berwarna biru kehitaman
dan hanya menutupi bagian depan tubuh. Bagian toraks dan abdomen
berwarna orange atau merah.
"Warna orange atau merah ini diduga sebagai sinyal bagi
musuh-musuhnya (misalnya laba-laba) bahwa kumbang ini beracun dan harus
dihindari," jelasnya.
Aunu menjelaskan, kumbang Paederus fuscipes berkembang biak di dalam
tanah di tempat-tempat yang lembab, seperti di galengan sawah, tepi
sungai, daerah berawa dan hutan.
Telurnya diletakkan di dalam tanah, begitu pula larva dan pupanya
hidup dalam tanah. Setelah dewasa (menjadi kumbang) barulah serangga ini
keluar dari dalam tanah dan hidup pada tajuk tanaman.
"Siklus hidup kumbang dari sejak telur diletakan hingga menjadi
kumbang dewasa sekitar 18 hari, dengan perincian stadium telur 4 hari,
larva 9 hari dan pupa 5 hari," katanya.
Aunu mengatakan, kumbang dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang betina dapat meletakan telur sebanyak 100 butir telur.
Kumbang Paederus fuscipes tergolong serangga predator yang makan pada
serangga lain. Kumbang ini banyak dijumpai di sawah dan merupakan musuh
alami dari hama-hama padi.
"Dalam siklus hidupnya, kumbang tomcat ini pada siang hari aktif
berjalan cepat menyusuri rumpun padi untuk mencari mangsanya yang
berupa hama-hama padi, termasuk hama wereng cokelat," katanya.
Sebetulnya, kumbang tomcat ini adalah serangga yang bermanfaat bagi
petani karena membantu mengendalikan hama-hama padi. Kumbang tomcat juga
bisa ditemukan di pertanaman kedelai, jagung, kapas, tebu dan
sejenisnya.
Pada malam hari kumbang Paederus fuscipes aktif terbang dan tertarik
pada cahaya lampu. Inilah sebetulnya yang sekarang terjadi di komplek
apartemen di Surabaya.
Kemungkinan
Menurut Aunu, ada beberapa kemungkinan yang bisa menjelaskan
terjadinya ledakan (outbreak) kumbang tomcat ini di antaranya terjadi
peningkatan populasi kumbang tomcat menjelang berakhirnya musim hujan
(sebelumnya masih dalam stadia larva dan pupa).
Pada saat yang bersamaan tejadi kegiatan panen sehingga kumbang
tomcat beterbangan dan bergerak menuju ke tempat datangnya sumber cahaya
di permukiman.
"Kemungkinan permukiman dibangun di wilayah tempat perkembangbiakan
kumbang tomcat, misalnya, di dekat persawahan atau di pinggiran dekat
hutan yang lembab atau tempat berawa," ujarnya.
Pada kondisi ini, lanjut Aunu, kumbang pada malam hari akan berdatangan ke perumahan karena tertarik cahaya lampu.
Kumbang tomcat tidak menggigit atau menyengat. Tapi kumbang tomcat
kalau terganggu atau secara tidak sengaja terpijit akan mengeluarkan
cairan yang bila kena kulit akan menyebabkan gejala memerah dan melepuh
seperti terbakar (dermatitis).
Karena itu, gejala ini populer disebut Paederus dermatitis. Gejala
ini mumcul akibat cairan tubuh kumbang tadi mengandung zat yang disebut
pederin yang bersifat racun.
"Ada yang menyebutkan bahwa pederin ini 15 kali lebih beracun daripada bisa kobra," katanya.
Aunu mengatakan, belakangan diketahui bahwa produksi pederin dalam
tubuh kumbang tergantung pada keberadaan bakteri Pseudomonas sp yang
bersimbiosis dalam tubuh kumbang betina. Pederin bersirkulasi dalam
darah kumbang sehingga dapat terbawa sampai ke keturunannya (telur,
larva, pupa dan kumbang).
Namun demikian, kumbang betina yang mengandung bakteri akan
menghasilkan pederin yang lebih banyak dibandingkan kumbang yang dalam
tubuhnya tidak ada bakteri simbion.
Aunu menambahkan, kumbang ini jangan dimusnahkan karena bermanfaat
bagi petani. Penyemprotan di rumah juga tidak perlu dilakukan karena
lebih berisiko terhadap kesehatan penghuninya.
Peristiwa "outbreak" kumbang tomcat seperti terjadi di Surabaya,
pernah pula dilaporkan terjadi di negara lain, seperti di Okinawa-Jepang
(1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang- Malaysia (2004 dan
2007), India Selatan (2007) dan Iraq (2008).
"Halaulah kumbang ini agar menjauh dari rumah dengan mematikan lampu
atau memungutnya secara hati-hati dengan kantong kertas dan lepaskan ke
habitatnya (sawah atau tempat lembab lainnya)," kata Aunu.